Sejarah terbentuknya Student Government dan bagaimanakah diimplementasikan di setiap Universitas di Indonesia

Sejarah terbentuknya Student Government dan bagaimanakah

diimplementasikan di setiap Universitas di Indonesia

(source:Suara Mahasiswa)

(MPM KM Utama/Sejarah/17 Januari 2023),

DEFINISI STUDENT GOVERNMENT:

Student Government merupakan pelembagaan kepentingan politik mahasiswa dalam format negara mahasiswa, namun tidak sama dengan negara, dimana konsepnya tidak terlepas dari teori negara. Kalau boleh disederhanakan maka student government adalah gerakan mahasiswa yang dilembagakan.Jadi , Student Government sama halnya seperti negara namun dalam status kemahasiswaaan . Student Government sendiri memiliki 3(tiga) lembaga dari tingkat atas hingga tingkat Fakultas yaitu adanya Legislatif, Eksekutif(keseluruhan), dan Eksekutif (Keseluruhan) dan diantara ketiga hal tersebut memiliki nama-nama tersendiri berikut nama-namanya:

Legislatif:

1.Majelis Pemusywaratan Mahasiswa(MPM).

2. Dewan Permusyawaratan Mahasiswa(DPM).

Eksekutif:

1.Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM).

2. Pemerintahan Mahasiswa(PEMA).

Eksekutif Fakultas:

1.Senat Mahasiswa(SEMA).

2. BEM Fakultas.

 

Tujuannya adalah moralitas, intelektualitas, politis, independen dan sejajar. Masing-masing perlu dikritisi untuk memperoleh gambaran yang ideal tentang konsep yang sedang dibahas ini.Lalu,Student government mempunyai paling sedikit 5 prinsip dasar diantaranya:

1. Student government berpatron pada gerakan moral.

Sebelum ide gerakan mahasiswa ini kita kembangkan lebih jauh, agaknya kita perlu lebih bijaksana untuk becermin pada diri kita sendiri dahulu. Gerakan mahasiswa, terlepas dari ideologinya, dilahirkan dan dibesarkan oleh mahasiswa itu sendiri yang sedikit banyak terpengaruh oleh suasana lingkungan dan latar belakang akademis. Dengan kata lain, mahasiswa adalah unsur dari gerakan mahasiswa.

Secara umum masyarakat memandang mahasiswa sebagai bagian kecil dari komunitas terdidik dari bangsa ini. Tapi yang menggelikan tidak semua mahasiswa, namun cukup banyak, yang kurang menyadari anugerah yang telah disandangnya.

Sebuah ironi ketika mahasiswa meneriakkan slogan-slogan moralitas tatkala mahasiswa yang lain kelakuannya tidak bermoral. Sex bebas, aborsi, pergaulan tanpa batas, narkoba, ayam kampus dan tindak pidana adalah fenomena yang tidak bisa begitu saja dihilangkan dari ingatan. Jika mahasiswa seperti ini yang diberi kesempatan memegang kendali, apa jadinya?

2. Student government berpatron pada gerakan intelektual.

Gerakan mahasiswa yang berkarakter intelektual memang diharapkan menghasilkan rumusan dan solusi konkret permasalahan bangsa sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki. Jika harapan ini terlaksana maka sebuah kebahagiaan bagi masyarakat. Mahasiswa menjadi bagian komunitas yang peduli terhadap rakyat yang miskin dan tertindas.

Konsepsi intelektual yang perlu dikembangkan adalah konsep intelektual profetik. Konsep ini dapat didefinisikan, (1). Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal, (2). Gerakan Intelektual Profetik merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal (3). Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik.

Dengan konsep ini, maka gerakan mahasiswa akan menjadi patron bagi masyarakat untuk melakukan pencerahan dan penyadaran. Namun celakanya, konsep pendidikan yang ditawarkan saat ini lebih mementingkan kebutuhan pragmatis. Hasilnya adalah mahasiswa berlomba-lomba untuk menyelesaikan studinya sebelum batas akhir yang seringkali membawa dampak pada keengganan mahasiswa untuk ikut dalam pergumulan membicarakan masyarakat yang teraniaya, apalagi, berorganisasi.

3. Student government merupakan gerakan politik.

Sebagai gerakan politik mempunyai arti menjalankan fungsi kontrol (oposisi) terhadap kebijakan, baik kampus maupun negara. Hal ini lebih berarti jika ada jalinan antar gerakan mahasiswa, paling tidak jika ada isu/musuh bersama, biasanya mahasiswa bersatu. Turunnya $oeharto pada tahun 1998 merupakan salah satu contoh betapa kuatnya gerakan mahasiswa tatkala bersatu. Namun pasca lengsernya $oeharto, gerakan mahasiswa tidak lagi mempunyai kesamaan terutama dalam hal strategi apa yang akan digunakan dalam melaksanakan agenda reformasi.

Untuk mengokohkan peran politik ekstra parlementer, student governement bisa menggunakan strategi: (1). Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik. (2). Mengawasi dan memantau pelaksanaan kebijakan publik (3). Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

4. Student government bersifat independen.

Independen mempunyai arti tidak terpengaruh kepentingan kelompok tertentu terutama di luar mahasiswa. sejarah Orde Lama memberikan pelajaran kepada kita bahwa partai politik pun ternyata mempunyai kepentingan dengan menggarap mahasiswa. tidak heran jika pada masa itu ada anggapan jika HMI adalah alat perjuangan Masyumi, NU dengan PMII-nya, PNI dengan GMNI-nya, PKI dengan CGMI-nya.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ekspresi gerakan mahasiswa adalah ekspresi moral yang berdimensi politik, dan ekspresi politik yang berdasar pada prinsip moral dan intelektual. Sebagai gerakan politik yang berbasis moral, gerakan mahasiswa tidaklah berpolitik pragmatis yang berorientasi kekuasaan baik bagi gerakan maupun kadernya.

Masa-masa awal Orde Baru pasca tumbangnya Presiden Soeharto di beberapa lembaga formal intra kampus, seperti di Universitas Indonesia telah terjadi pertentangan yang cukup hebat antara aktivis-aktivis mahasiswa yang berhaluan independen dengan mereka yang berafilisasi kepada lembvaga ekstra kampus. Hal ini baraangkali menjadi perdebatan yang terus menerus mengenai peran dari lembaga-lembaga ekstra kampus ini.

5. Student government sejajar dengan pihak manapun.

Hal ini adalah sebuah keberanian dari gerakan mahasiswa yang akan menjadi bahasa perjuangannya. Sehingga dengan pihak manapun gerakan mahasiswa mempunyai hak dan kesempatan yang sama. Hal ini membutuhkan keterlibatan mahasiswa secara luas. Namun, apa dikata, jika ternyata mahasiswa—bahkan secara umum—bersikap apatis, masa bodoh terhadap kondisi kampusnya. Perlu energi yang besar untuk merubah paradigma berfikir. Sehingga untuk menghadapi pihak-pihak di luar maka mahasiswa harus mengatasi kondisi internal mereka sendiri. Jadi membutuhkan energi dua kali.

SEJARAH TERBENTUKNYA STUDENT GOVERNMENT:

ketika ada seseorang tokoh Muhammadiyah, mendiang Said Tuheley dalam Berita Jurusan Kampus Universitas Islam Indonesia (2006:5), mengatakan jika student government dimunculkan sejak tahun 1960-an. Pada dasarnya makna student government baginya hanyalah organisasi biasa. Konsep awalnya ialah adanya Dewan Mahasiswa  dan Majelis Permusyarawatan Mahasiswa.

“Dia tidak terlepas dari universitas, merupakan badan dalam universitas. Pengangkatannya melalui SK, Rektor, tapi diberi kewenangan besar untuk mengelola dirinya sendiri, dan ketika wisuda ada sambutan Dewan Mahasiswa. Jadi itu hanya organisasi biasa. Jangan dimaknai sebagai sebuah pemerintahan yang punya kedaulatan. Ini nggak ada ceritanya,” pungkasnya.

Menurut dari Miller dan Nadler dalam artikel Abdul di laman agkarim.staff.ugm.ac.id (2010) menyebut ada tiga fungsi pokok student government, yaitu sebagai advocacy, representation, and voice. Intinya, student government adalah lembaga representasi—sebagai sebuah lembaga yang anggotanya dipilih. Lembaga itu mampu memainkan peran advokasi bagi  mahasiswa. Tugas utamanya adalah memformulasikan dan menyuarakan opini serta kepentingan mahasiswa. Lembaga diharapkan jadi manifestasi dari harapan dan kepentingan riil mahasiswa di kampus.

Lebih dari itu, mahasiswa juga memiliki peran untuk advokasi dengan berusaha untuk mempengaruhi kebijakan di tingkat nasional. Sebagai bentuk representasi, artinya mahasiswa dapat membawa aspirasi masyarakat lalu dibawa dalam bentuk strategi advokasi. Terakhir, mahasiswa juga menyuarakan kepentingan rakyat sebagai gerakan moral dan intelektual.

IRINGAN STUDENT GOVERNMENT DENGAN ORGANISASI KAMPUS :

Invansi ideologi eksternal dan adanya pragmatisme di kalangan mahasiswa terhadap student government dicap menjadi kekhawatiran lantaran adanya tunggangan politik kelompok terentu dalam kehidupan mahasiswa. Merujuk pada artikel Tirto.id (2018) yang berjudul Riwayat Gerakan Mahasiswa: Dari Dema hingga BEM, Dewan Mahasiswa atau biasa disingkat Dema disebut menjadi wadah belajar berpolitik karena berfungsi sebagai student government. Dema dibentuk di berbagai universitas di Indonesia pada tahun 1950-an.

Namun, Dema acapkali telah membuka saluran masuknya politik kelompok tertentu di kehidupan kampus. Dody Rudianto dalam bukunya Gerakan mahasiswa dalam Perspektif Perubahan Politik Nasional, menyebut jika organisasi-organisasi ekstra kampus saling berebut kursi kekuasaan Dema. Pada saat itu, ketika Indonesia tengah menganut sistem Demokrasi Parlementer, geliat organisasi ekstra kampus telah berbasis ideologi, bahkan berafiliasi dengan partai politik.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berafiliasi pada gerakan Islam, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berafiliasi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI, Perkumpulan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang berbasis Katolik, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PMII) yang dekat dengan NU, atau Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) yang berafiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Organisasi intra-ekstra kampus berperan dalam transformasi dari Orde Lama ke Orde Baru tahun 1966. Hadirnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sebagai solidaritas perjuangan yang dibangun antar lembaga kemahasiswaan termasuk organisasi ekstra, berhasil menumbangkan PKI beserta tuntutan lainnya. Puncak perlawanan mahasiswa yang didukung militer ditandai dengan berakhirnya kekuasaan Soekarno. Hal tersebut ditulis dari penelitian Gili Argenti (2016:11) berjudul Gerakan Sosial di Indonesia: Studi Kasus Gerakan Mahasiswa Tahun 1974.

Runtuhnya Orde Lama menjadi titik pertentangan mahasiswa di KAMI. Di sini student government merujuk pada masuknya mahasiswa dalam pemerintahan Indonesia. Kubu terbagi ke dalam dua pilihan, yaitu kubu dengan kekuatan moral serta kubu dengan kekuatan politik. Khusus kubu moral, anggapannya mahasiswa hanya berperan sebagai aktor politik, ketika krisis telah usai, mereka kembali ke kampus untuk melanjutkan studinya. Sedangkan kubu politik, mereka ikut terlibat dalam struktur kekuasaan, menjadi pejabat atau anggota parlemen.

Memasuki awal tahun 1969, eksodus besar-besaran terjadi di organisasi mahasiswa untuk meninggalkan KAMI. Dunia kemahasiswaan menunjukan era baru. Organisasi ektra kampus mulai memudar dan kehilangan popularitasnya. Sejak 1967, perlahan-lahan mahasiswa mulai disibukan dengan kegiatan perkuliahan.

Organisasi intra kampus kemudian menggantikan peran organisasi ekstra. Di sinilah organisasi intra kampus menjadikan diri sebagai organisasi yang independen terhadap pengaruh apapun dari luar kampus, mereka menjaga identitas diri sebagai student government. Fokus mereka ialah: melakukan gerakan perlawanan melalui cara-cara ekstra parlementer terhadap korupsi dan sikap anti demokrasi di kalangan penguasa.

NKK/BKK Matikan Dema

Dema sebagai pelaksana fungsi student government dimatikan sejak era Soeharto melalui kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kehamasiswaan (NKK/BKK) pada 1978. Melalui penelitian Zainal C. Airlangga berjudul Peran Forum Komunikasi Mahasiswa Universitas Indonesia dalam Pembentukan Senat Mahasiswa Universitas Indonesia (2009:35), Dema dibubarkan. Organisasi mahasiswa tingkat universitas ditiadakan. Hasilnya, di sejumlah kampus, organisasi mahasiswa intra kampus hanya terbangun di tingkat fakultas, yaitu Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa. Hal ini membuat dua lembaga tersebut bergerak secara tersendiri, terkotak-kotak, dan melemahkan integritas mahasiswa UI. Hal serupa pun terjadi di berbagai kampus di Indonesia.

Pada tahun 1990, ketika posisi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dijabat oleh Fuad Hassan, ruang gerak mahasiswa kembali dibuka dengan kehadiran Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT). Namun, kehadiran SMPT hanyalah sebatas lembaga koordinasi Senat Mahasiswa Fakultas dan ketua himpunan mahasiswa jurusan. Sempat dikritik dan ditolak, namun para aktivis mahasiswa melihat adanya peluang dalam pembentukan Senat Mahasiswa. Dari situ, mekanisme legislatif dan eksekutif kembali terbangun.

Reformasi 1998 berlangsung, konsep Senat Mahasiswa berubah. Untuk mengeksekusi program-program kerjanya, maka lahirlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang menjalankan fungsi eksekutif. Sementara Senat Mahasiswa yang menjalankan fungsi legislatif dinamakan Dewan Permusyarawatan Mahasiswa (DPM).

 

Anda mungkin juga suka...

Artikel Populer